Rintihan Tante Kirana Yang Dahsyat
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Aku mempunyai tante yang bernama Kirana
sedangkan Giselle merupakan anaknya, walaupun aku cukup sudah akrab dengan keluarganya tante
tapi aku tak langsung berani pacari si Giselle, tapi selama perjalanan waktu
sudah berubah dimana ayah Giselle merupakan wakil rakyat meninggal dunia.
Jadi Sekarang Ibunya yang mengurus semua
perusahaan yang dikendalaikan ayah Giselle, Harapanku untuk memacari Giselle
tetap ada, walaupun saat aku berkunjung kerumahnya jarang bertemu langsung
dengan Giselle, malah Ibunya yang namanya Ita menemaniku, karena kesibukannya
Giselle yang di Jakarta sedang belajar di sekolah presenter stasiun TV swasta.
Tapi sebenarnya kalau mau jujur Giselle
masih kalah dengan ibunya. Bu Ita lebih cantik.,kulitnya lebih putih bersih,
dewasa dan tenang pembawaannya. Sementara Giselle agak sawo matang, nurun
ayahnya kali? Seandainya Giselle seperti ibunya: tenang pembawaannya, keibuan
dan penuh perhatian, baik juga.
Sekarang, di rumah yang cukup mewah itu
hanya ada bu Ita dan seorang pembantu. Kirana sudah tidak di situ, sementara
Giselle sekolah di ibukota, paling-paling seminggu pulang. Akhirnya saya di
suruh bu Ita untuk membantu sebagai karyawan tidak tetap mengelola
perusahaannya. Untungnya saya memiliki kemampuan di bidang komputer dan
manajemennya, yang saya tekuni sejak SMA.
Setelah mengetahui manajemen perusahaan
bu Ita lalu saya menawari program akuntansi dan keuangan dengan komputer, dan
bu Ita setuju bahkan senang. Merencanakan kalkulasi biaya proyek yang ditangani
perusahaannya, dsb.
Saya menyukai pekerjaan ini. Yang jelas
bisa menambah uang saku saya, bisa untuk membantu kuliah, yang saat itu baru semester
dua. Bu Ita memberi honor lebih dari cukup menurut ukuran saya. Pegawai bu Ita
ada tiga cewek di kantor, tambah saya, belum termasuk di lapangan.
Saya sering bekerja setelah kuliah, sore
hingga malam hari, datang menjelang pegawai yang lain pulang. Itupun kalau ada
proyek yang harus dikerjakan. Part time begitu. Bagi saya ini hanya kerja
sambilan tapi bisa menambah pengalaman.
Karena hubungan kerja antara majikan dan
pegawai, hubungan saya dengan bu Ita semakin akrab. Semula sih biasa saja,
lambat-laun seperti sahabat, curhat, dan sebagainya.
Aku sering dinasehati, bahkan saking
akrabnya, bercanda, saya sering pegang tangannya, mencium tangan, tentu saja
tanpa diketahui rekan kerja yang lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap
menjaga kesopanan.
Pengalaman ini yang mendebarkan
jantungku, betapapun dan siapapun bu Ita, dia mampu menggetarkan dadaku.
Walaupun sudah cukup umur wanita ini tetap jelita. Saya kira siapapun orangnya
pasti mengatakan orang ini cantik bahkan cantik sekali.
Dasar pandai merawat tubuh, karena ada
dana untuk itu, rajin fitnees, di rumah disediakan peralatannya. Kalau sedang
fitnees memakai pakaian fitnees ketat sangat sedap dipandang. Ini sudah saya
ketahui sejak saya SMA dulu, tapi karena saya kepingin mendekati Giselle, hal
itu saya kesampingkan.
Data-data pribadi bu Ita saya tahu betul
karena sering mengerjakan biodata berkaitan dengan proyek-proyeknya. Tingginya
161 cm, usianya saat kisah ini terjadi 37 tahun, lima bulan dan berat badannya
52 kg. Cukup ideal.
Pada suatu hari saya lembur, karena ada
pekerjaan proyek dan paginya harus didaftarkan untuk diikutkan tender. Pukul
22.00 pekerjaan belum selesai, tapi aku agak terhibur bu Ita mau menemaniku,
sambil mengecek pekerjaanku.
Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur
begini ia malah sering bercanda. Bahkan kalau minumanku habis dia tidak
segan-segan yang menuang kembali, aku malah menjadi kikuk. Dia tak enggan
pegang tanganku, mencubit, namun aku tak berani membalas.
Apalagi bila sedang mencubit dadaku aku
sama sekali tidak akan membalas. Dan yang cukup surprise tanpa ragu
memijit-pijit bahuku dari belakang.
“Capek ya..? Saya pijit, nih”, katanya.
Aku hanya tersenyum, dalam hati senang
juga, dipijit janda cantik. Apalagi yang kurasakan dadanya, pasti teteknya
menyenggol kepalaku bagian belakang, saya rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku
sengaja saya pepetkan dengan tangannya yang mulus, dia diam saja.
Dia membalas membelai-belai daguku, yang
tanpa rambut itu. Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul 23.00 baru selesai
semua pekerjaan, saya membersihkan kantor dan masih dibantu bu Ita. Wah wanita
ini betul-betul seorang pekerja keras, gumanku dalam hati.
Saya bersiap-siap untuk pulang, tapi
dibuatkan kopi, jadi kembali minum.
“Kamu sudah punya pacar Ron?”
“Belum Bu”, jawabku
“Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek
mana yang tak mau dengan cowok ganteng”, katanya
“Belum Bu, sungguh kok”, kataku lagi.
Kami duduk bersebelahan di sofa ruang tengah, dengan penerangan yang agak
redup. Entah siapa yang mendahului, kami berdua saling berpegangan tangan
saling meremas lembut. Yang jelas semula saya sengaja menyenggol tangannya
Mungkin karena terbawa suasana malam
yang dingin dan suasana ruangan yang syahdu, dan terdengar suara mobil melintas
di jalan raya serta sayup-sayup suara binatang malam, saya dan bu Ita hanyut
terbawa oleh suasana romantis.
Bu Ita yang malam itu memakai gaun warna
hitam dan sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang
putih bersih.
Wanita pengusaha ini makin mendekatkan
tubuhnya ke arahku. Dalam kondisi yang baru aku alami ini aku menjadi sangat
kikuk dan canggung, tapi anehnya nafasku makin memburu, kejar-kejaran dan
bergelora seperti gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu. Saya menjadi bergemetaran,
dan tak mampu berbuat banyak, walau tanganku tetap memegang tangannya.
“Dingin ya Ron..?!”, katanya sendu.
Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap
lengan kirinya yang memang tanpa lengan baju itu.
“Ya, Bu dingin sekali”, jawabku.
Terasa dingin, sementara tangannya juga
merangkul pinggangku. Bau wewanginan semerbak di sekitar, aku duduk, menambah
suasana romantis
“Kalau ketahuan Darti (pembantunya),
gimana Bu?”, kataku gemetar.
“Darti tidak akan masuk ke sini,
pintunya terkunci”, katanya.
Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba
mengecup kening wanita lincah ini, dia tersenyum lalu dia menengadahkan
wajahnya. Tanpa diajari atau diperintah oleh siapapun, kukecup bibir indahnya.
Dia menyambut dengan senyuman, kami
saling berciuman bibir saling melumat bibir, lidah kami bertemu berburu mencari
kenikmatan di setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut masing-masing.
Tangankupun mulai meraba-raba tubuh sintal bu Ita, diapun tidak kalah
meraba-raba punggungku dan bahkan menyusup dibalik kaosku. Aku menjadi semakin
terangsang dalam permainan yang indah ini.
Sejenak jeda, kami saling berpandangan
dia tersenyum manis bahkan amat manis, dibanding waktu-waktu sebelumnya.
Kami berangkulan kembali, seolah-olah dua sejoli yang sedang mabuk asmara sedang bermesraan, padahal antara majikan dan pegawainya. Dia mulai mencumi leherku dan menggigit lembut semantara tanganku mulai meraba-raba tubuhnya, pertama pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.
TOGEL MIN BET 100“Sejak kamu kesini dengan Kirana dulu,
saya sudah berpikir: “Ganteng banget ini anak!””, katanya setengah berbisik.
“Ah ibu ada-ada saja”, kataku mengelak
walaupun saya senang mendapat sanjungan.
“Saya tidak merayu, sungguh”, katanya
lagi.
Kami makin merangsek bercumbu, birahiku
makin menanjak naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga dada bu Ita. Diapun
nampak bergetaran dan suaranya agak parau.
Kemudian saya beranjak, berdiri dan
menarik tangan bu Ita yang supaya ikut berdiri. Dalam posisi ini dia saya dekap
dengan hangatnya. Hasrat kelakianku menjadi bertambah bangkit dan terasa seakan
membelah celana yang saya pakai.
Lalu saya bimbing dia ke kamarnya, bagai
kerbau dicocok hidungnya bu Ita menurut saja. Kami berbaring bersama di spring
bed, kembali kami bergumul saling berciuman dan becumbu.
“Gimana kalau saya tidur di sini saja,
Bu”, pintaku lirih.
Ia berpikir sejenak lalu mengangguk
sambil tersenyum. Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil pakaian
sambil menyodorkan kepada saya.
“Ini pakai punyaku”, dia menyodorkan
pakaian tidur.
Lalu aku melorot celana panjangku dan
kaos kemudian memakai kimononya.
Aku menjadi terlena. Dalam dekapannya
aku tertidur. Baru sekitar setengah jam saya terbangun lagi. Dalam kondisi
begini, jelas aku susah tidur.
Udara terasa dingin, saya mendekapnya
makin kencang. Dia menyusupkan kaki kanannya di selakangan saya. Penisku makin
bergerak-gerak, sementara cumbuan berlangsung, penisku semakin menjadi-jadi
kencangnya, yang sesungguhnya sejak tadi di sofa.
Aku berpikir kalau sudah begini
bagaimana? Apakah saya lanjutkan atau diam saja? Lama aku berfikir untuk
mengatakan tidak! Tapi tidak bisa ditutupi bahwa hasrat, nafsu birahiku kuat
sekali yang mendorong melonjak-lonjak dalam dadaku bercampur aduk sampai kepada
ubun-ubunku.
Walaupun aku diamkan beberapa saat,
tetap saja kejaran libido yang terasa lebih kuat. Memang saya sadar, wanita
yang ada didekapanku adalah majikanku, tantenya Kirana, mamanya Giselle, tapi
sebagai pria normal dan dewasa aku juga merasakan kenikmatan bibir dan rasa
perasaan bu Ita sebagai wanita yang sintal, cantik dan mengagumkan.
Sedikitnya aku sudah merasakan
kehangatannya tubuhnya dan perasaannya, meski pengalaman ini baru pertama kali
kualami.
Aku tak kuasa berkeputusan, dalam
kondisi seperti ini aku semakin bergemetaran, antara mengelak dan hasrat yang
menggebu-gebu. Aku perhatikan wajahnya di bawah sorot lampu bed, sengaja saya
lihat lama dari dekat, wajahnya memancarkan penyerahan sebagai wanita, di depan
lelaki dewasa. Cerita Mesum
Pelan-pelan tanganku menyusup di balik
gaunnya, meraba pahanya dia mengeliat pelan, saya tidak tahu apakah dia tidur
atau pura-pura tidur. Aku cium lembut bibirnya, dan dia menyambutnya. Berarti
dia tidak tidur. Ku singkap gaun tidurnya kemudian kulepas, dia memakai beha
warna putih dan cedenya juga putih.
Aku menjadi tambah takjub melihat
kemolekan tubuh bu Ita, putih dan indah banget. Ku raba-raba tubuhnya, dia
mengeliat geli dan membuka matanya yang sayu. Jari-jari lentiknya menyusup ke
balik baju tidur yang kupakai dan menarik talinya pada bagian perutku, lalu
pakaianku terlepas. Kini akupun hanya pakai cede saja.
“Kamu ganteng banget, Ron, tinggi
badanmu berapa, ya?”, bisiknya. Saya tersenyum senang.
“Makasih. Ada 171. Bu Ita juga cantik
sekali”, mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum.
Aku berusaha membuka behanya dengan
membuka kaitannya di punggungnya, kemudian keplorotkan cedenya sehingga aku
semakin takjub melihat keindahan alam yang tiada tara ini. Hal ini menjadikan
dadaku semakin bergetar.
Betapa tidak?! Aku berhadapan langsung
dengan wanita tanpa busana yang bertubuh indah, yang selama ini hanya kulihat lewat
gambar-gambar orang asing saja. Kini langsung mengamati dari dekat sekali
bahkan bisa meraba-raba.
Wanita yang selama ini saya lihat
berkulit putih bersih hanya pada bagian wajah, bagian kaki dan bagian lengan
ini, sekarang tampak seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan! Darahku
semakin mendidih, melihat pemandangan nan indah itu.
Di saat saya masih bengong, pelan-pelan
aku melorot cedeku, saya dan bu Ita sama-sama tak berpakaian. Penisku
benar-benar maksimal kencangnya. Kami berdua berdekapan, saling meraba dan
membelai. Cerita Sex
Kaki kami berdua saling menyilang yang
berpangkal di selakangan, saling mengesek. Penisku yang kencang ikut membelai
paha indah bu Ita. Sementara itu ia membelai-belai lembut penisku dengan tangan
halusnya, yang membawa efek nikmat luar biasa.
Tanganku membela-belai pahanya kemudian
kucium mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia mendesah lembut.
Dadaku makin bergetaran karena kami saling mencumbu, aku meraba selakangannya,
ada rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak dipandang.
Dia mengerang lembut, ketika jemariku
menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi payudaranya dengan lembut dan
mengedot puntingnya yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu membenamkan
wajahku di antara kedua susunya.
Sementara tangan kiriku meremas lembut
teteknya. Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya. Aku semakin
bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya,
yang ternyata basah itu.
Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya,
kemudian kusingkap rerumputan di sekitar kewanitaannya. Bagian-bagian warna
pink itu aku belai-belai dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, menyenangkan
sekali.
Ita mengerang lembut sambil menggerakkan
pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan keterowongan pink tersebut dan
menari-nari di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia
menarikku.
“Ayo Ron”aku tak tahan”, katanya
berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sehingga
bagian yang menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.
Aku mulai menindih tubuh sintal itu,
sambil bertumpu pada kedua siku-siku tanganku, supaya ia tidak berat menompang
tubuhku.
Sementara itu senjataku terjepit dengan
kedua pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya sudah bukan main, getaran
jantungku makin tidak teratur. Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya, tanganku
meremas-remas lembut susunya.
Penisku menggesek-gesek sekalangannya,
ke arah atas (perut), kemudian turun berulang-ulang Tak lama kemudian kakinya
direnggangkan, lalu pinggul kami berdua beringsut, untuk mengambil posisi tepat
antara senjataku dengan lubang kewanitaannya. Beberapa kali kami beringsut,
tapi belum juga sampai kepada sasarannya. Penisku belum juga masuk ke vaginanya
“Alot juga”, bisikku. Bu Ita yang masih
di bawahku tersenyum.
“Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya
memegang penisku dan menuntun memasukkan ke arah kewanitaannya.
“Sudah ditekan… pelan-pelan saja”,
katanya. Akupun menuruti saja, menekan pinggulku…
“Blesss”, masuklah penisku, agak seret,
tapi tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah, rasa nikmatnya
amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia lain, dunia yang sama sekali baru
bagiku.
Aku memang pernah melihat film orang
beginian, tetapi untuk melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak,
nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru
merasakan kehangatan dan kenikmatan tubuh wanita.
Gerakanku mengikuti naluri lelakiku,
mulai naik-turun, naik-turun, kadang cepat kadang lambat, sambil memandang
ekspresi wajah bu Ita yang merem-melek, mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar
suara tak disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri.
“Ah… uh… eh… hem””
Ketika aku menekankan pinggulku, dia
menyambut dengan menekan pula ke atas, supaya penisku masuk menekan sampai ke
dasar vaginanya. Getaran-getaran perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa
kenikmatan berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejar-kejaran.
Di tengah peristiwa itu bu Ita berbisik
“Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti
kamu cepat capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya”, ketika saya mulai
menggenjot dengan semangatnya.
“Ya Bu, maaf”, akupun menuruti
perintahnya.
Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku
ala kadarnya mengikuti gerakan pinggulnya yang hanya sesekali dilakukan.
Ternyata model ini lebih nyaman dan mudah dinikmati. Sesekali kedua kakinya
diangkat dan sampai ditaruh di atas bahuku, atau kemudian dibuka lebar-lebar,
bahkan kadang dirapatkan, sehingga terasa penisku terjepit ketat dan semakin
seret.
Gerak apapun yang kami lakukan berdua
membawa efek kenikmatan tersendiri. Setelah lebih dari sepuluh menit , aku
menikmati tubuhnya dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku tahu maksudnya,
dia minta di atas.
Aku tidur terlentang, kemudian bu Ita
mengambil posisi tengkurap di atasku sambil menyatukan alat vital kami berdua.
Bersetubuhlah kami kembali.Ia memasukkan penisku rasanya ketat sekali menghujam
sampai dalam.
Sampai beberapa saat bu Ita menggerakkan
pinggulnya, payudaranya bergelantungan nampak indah sekali, kadang menyapu
wajahku. Aku meremas kuat-kuat bongkahan pantatnya yang bergoyang-goyang.
Payudaranya disodorkan kemulutku, langsung kudot.
Gerakan wanita berambut sebahu ini makin
mempesona di atas tubuhku. Kadang seperti orang berenang, atau menari yang
berpusat pada gerakan pinggulnya yang aduhai. Bayang-bayang gerakan itu nampak
indah di cermin sebelah ranjang.
Tubuh putih nan indah perempuan setengah
baya menaiki tubuh pemuda agak coklat kekuning-kuningan. Benar-benar lintas
generasi!
Adegan ini berlangsung lebih dari lima
belas menit, kian lama kian kencang dan cepat, gerakannya. Nafasnya kian tidak
teratur, sedikit liar. Kayak mengejar setoran saja. Tanganku mempererat
rangulanku pada pantat dan pinggulnya, sementara mulutku sesekali mengulum
punting susunya. Rasanya enak sekali. Setelah kerja keras majikanku itu
mendesah sejadi-jadinya”
“Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Ron..”,
rupanya ia orgasme.
Puncak kenikmatannya diraihnya di atas
tubuhku, nafasnya berkejar-kejaran, trengah-engah merasakan keenakan yang
mencapai klimaknya.
Nafasnya berkejar-kejaran, gerakannya
lambat laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia menjadi lemas di atasku,
sambil mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap punggung mulusnya. Sesekali
ia menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa-sisa
puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih menindih saya.
Setelah pulih tenaganya, dia tidur
terlentang kembali, siap untuk saya tembak lagi. Kini giliran saya menindihnya,
dan mulai mengerjakan kegiatan seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia
merangkul aku. Naik turun, keluar masuk.
Saat masuk itulah rasa nikmat luar
biasa, apalagi dia bisa menjepit-jepit, sampai beberapa kali. Sungguh aku
menikmati seluruhnya tubuh bu Ita. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu dorongan tenaga
yang kuat sampai diujung senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat
di sana, yang menimbulkan kekuatan dahsyat tiada tara.
Energi itu menekan-nekan dan memenuhi
lorong-lorong rasa dan perasaan, saling memburu dan kejar-kejaran. Didorong
oleh gairah luar biasa, menimbulkan efek gerakan makin keras dan kuat
menghimpit tubuh indah, yang mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona.
Akhirnya tenaga yang menghentak-hentak
itu keluar membawa kenikmatan luar biasa”, suara tak disengaja keluar dari
mulut dua insan yang sedang dilanda kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa
kendali, menyemprot memenuhi lubang kenikmatan milik bu Ita.
“Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami
bersaut-sahutan.
Bibir indah itu kembali kulumat makin
seru, diapun makin merapatkan tubuhnya terutama pada bagian bawah perutnya,
kuat sekali. Menyatu semuanya,
“Aku” keluar Bu”, kataku terengah-engah.
“Aku juga Ron”, suaranya agak lemah.
“Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok
bisa keluar lagi?!”, tanyaku agak heran.
“Ya, bisa dua kali”, jawabnya sambil
tersenyum puas.
Kami berdua berkeringat, walau udara di
luar dingin. Rasanya cukup menguras tenaga, bagai habis naik gunung saja,
lempar lembing atau habis dari perjalanan jauh, tapi saya masih bisa merasakan
sisa-sisa kenikmatan bersama.
Selang beberapa menit, setelah
kenikmatan berangsur berkurang, dan terasa lembek, saya mencabut senjataku dan
berbaring terlentang di sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya
menikmati seluruh kenikmatan tubuhnya
Perempuan punya bentuk tubuh indah
itupun terlihat puas, seakan terlepas dari dahaganya, yang terlihat dari
guratan senyumnya. Saya lihat selakangannya, ada ceceran air maniku putih
kental meleleh di bibir vaginanya bahkan ada yang di pahanya.
Baca Juga : Cerita Dewasa Dokter
Kandungan Yang Sedang Birahi
Pengalaman malam itu sangat menakjubkan,
hingga sampai berapa kali aku menaiki bu Ita, aku lupa. Yang jelas kami beradu
nafsu hampir sepanjang malam dan kurang tidur.
Keesokan harinya. Busa-busa sabun
memenuhi bathtub, aku dan bu Ita mandi bersama, kami saling menyabun dan
menggosok, seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian yang
paling pribadi. Yang mengasyikkan juga ketika dia menyabun penisku dan
mengocok-kocok lembut. Saya senang sekali dan sudah barang tentu membawa efek
nikmat.
“Saya heran barang ini semalaman kok
tegak terus, kayak tugu Kiranas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!”, katanya
sambil menimang-nimanfg tititku.
“Kan Ibu yang bikin begini?!”, jawabku.
Kami tersenyum bersama.
Sehabis mandi, kuintip lewat jendela
kamar, Darti sedang nyapu halaman depan, kalau aku keluar rumah tidak mungkin,
bisa ketahuan. Waktu baru pukul setengah enam. Tetapi senjata ini belum juga
turun, tiba-tiba hasrat lelakiku kembali bangkit kencang sekali.
Kembali meletup-letup, jantung berdetak
makin kencang. Lagi-lagi aku mendekati janda yang sudah berpakaian itu, dan
kupeluk, kuciumi. Saya agak membungkuk, karena aku lebih tinggi. Bau wewangian
semerbak disekujur tubuhnya, rasanya lebih fresh, sehabis mandi.
Lalu ku lepas gaunnya, ku tanggalkan
behanya dan kuplorotkan cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria dan menuju
tempat tidur. Kedua insan lelaki perempuan ini saling bercumbu, mengulangi
kenikmatan semalam.
Ia terbaring dengan manisnya,
pemandangan yang indah paduan antara pinggul depan, pangkal paha, dan
rerumputan sedikit di tengah menutup samara-samar huruf “V”, tanpa ada gumpalan
lemaknya.
Aku buka dengan pelan kedua pahanya. Aku
ciumi, mulai dari lutut, kemudian merambat ke paha mulusnya. Sementara
tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku mulai bergetaran, lalu aku
membuka selakangannya, menyibakkan rerumputan di sana.
Aku ingin melihat secara jelas barang
miliknya. Jariku menyentuh benda yang berwarna pink itu, mulai bagian atas
membelai-belainya dengan lembut, sesekali mencubit dan membelai kembali. Bu Ita
bergelincangan, tangannya makin erat memegang tititku.
Kemudian jariku mulai masuk ke lorong,
kemudian menari-nari di sana, seperti malam tadi. Tapi bibir, dan terowongan
yang didominasi warna pink ini lebih jelas, bagai bunga mawar yang merekah.
Beberapa saat aku melakukan permainan ini, dan menjadi paham dan jelas betul
struktur kewanitaan bu Ita, yang menghebohkan semalam.
Gelora nafsu makin menggema dan menjalar
seantero tubuh kami, saling mencium dan mencumbu, kian memanas dan berlari
kejar-kejaran. Seperti ombak laut mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali
yang dapat mengekang dari kami berdua.
Apalagi ketika puncak kenikmatan mulai
nampak dan mendekat ketat. Sebuah kejutan, tanpa aku duga sebelumnya penisku
yang sejak tadi di urut-urut kemudian dikulum dengan lembutnya. Pertama
dijilati kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga mulutnya.
Rasanya saya diajak melayang ke angkasa
tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi berikutnya dia
mengambil posisi tidur terlentang, sementara aku pasang kuda-kuda, tengkurap
yang bertumpu pada kedua tangan saya.
Saya mulai memasukkan penisku ke arah
lubang kewanitaan bu Ita yang tadi sudah saya “pelajari” bagian-bagiannya
secara seksama itu. Benda ini memang rasanya tiada tara, ketika kumasukkan,
tidak hanya saya yang merasakan enaknya penetrasi, tetapi juga bu Ita merasakan
kenikmatan yang luar biasa, terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan lembut
dari mulutnya.
“Ah”, desahnya setiap aku menekan
senjataku ke arah selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya ke arah
tititku. Kami berdua mengulangi mengarungi samodra birahi yang menakjubkan,
pagi itu.
Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah
sekitar pukul setengah delapan, saat Darti mencuci di belakang. Dalam
perjalanan pulang aku termenung, Betapa kejadian semalam dapat berlangsung
begitu cepat, tanpa liku-liku, tanpa terpikirkan sebelumnya.
Sebuah wisata seks yang tak terduga
sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih, prosesnya mulus, semulus paha bu Ita.
Singkat, cepat dan mengalir begitu saja, namun membawa kenikmatan yang
menghebohkan.
Betapa aku bisa merasakan kehangatan
tubuh bu Ita secara utuh, orang yang selama ini menjadi majikanku. Menyaksikan
rona wajah bu Ita yang memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya,
menunjukkan kedagaan seorang wanita yang mebutuhkan belaian dan kehangatan
seorang pria.
Hari berganti minggu, minggu berganti
bulan, si kumbang muda makin sering mendatangi bunga untuk mengisap madu. Dan bunga
itu masih segar saja, bahkan rasanya makin segar menggairahkan. Memang bunga
itu masih mekar dan belum juga layu, atau memang tidak mau layu.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar